Berburu Samudera Awan di Gunung Guntur

"Pendakian pertama itu titik penentu apakah seseorang akan lanjut naik gunung atau enggak"
- Fiersa Besari

Benar kata Fiersa Besari, pendakian pertama benar-benar menjadi titik penentu untuk lanjut naik gunung atau berhenti mendaki untuk selamanya. Pendakian pertamaku ke Gunung Pangradinan sangat amat berkesan! Karena itu, saat teman-temanku berencana untuk mendaki Gunung yang lebih tinggi, aku sangat semangat untuk ikut. Pendakian kami selanjutnya adalah Gunung Guntur. Katanya, di Puncak Gunung Guntur, akan ada pemandangan samudera awan! Aku yang biasa melihat samudera awan hanya dari sosial media, semakin semangat untuk bisa melihatnya secara lansung. 


Kali ini persiapanku cukup proper dengan menyewa beberapa kebutuhan mendaki seperti; tracking pole, carrier, sleeping bag, dan matras. Begitu aku research katanya, untuk mendaki Gunung Guntur yang gersang dan sangat berpasir disarankan menggunakan gaither untuk menghindari pasir-pasir masuk ke dalam sepatu. Sayangnya, di tempat aku menyewa kebutuhan mendaki, gaither sedang kosong. 

Pendakian kali ini benar-benar unexpected! Banyak hal yang sangat diluar kendali kami. Kami mendaki Gunung Guntur via Cikahuripan dan semua teman-temanku tidak pernah mendaki Gunung Guntur via Cikahuripan ini, bahkan temanku yang sering mendaki pun belum pernah. Ini merupakan pengalaman pertama bagi kami semua. Begitu sampai parkiran Gunung Guntur, kami semua kaget karena harus jalan lagi menuju basecamp, sempat ada warlok yang menawarkan jasa ojek Rp 50.000/orang namun kami menolaknya karena kami rasa itu cukup mahal. Lalu kami menyesal. Ternyata, dari parkiran menuju basecamp sangat sangat sangaatt jauh! Bayangkan, dibawah teriknya matahari pukul 1 siang, dengan barang bawaan yang sangat berat kami mendaki menuju basecamp. Perjalanan menuju basecamp yang seharusnya 1 jam, kami habiskan menjadi 3 jam. Begitu sampai basecamp kami beristirahat, sholat, dan mengisi tenaga dengan makan bersama. Setelah dirasa tenaga kami sudah kembali, kami melanjutkan pendakian menuju pos 1.

Menuju pos 1, mata kami dimanjakan oleh pemandangan kebun-kebun warga yang sangat indah. Semakin keatas, jalur mulai menantang. Bukan karena tanjakan yang begitu tinggi, namun karena sepanjang jalur mulai berpasir. Jika 1 kali melangkah, kami akan merosot sebanyak 2 langkah. Hari yang semakin sore juga jalur yang berpasir, benar-benar menguji mental kami semua. Pukul setengah enam sore, akhirnya kami tiba di pos 1. Saat itu mentalku benar-benar kena. Fisikku lelah dan hari mulai gelap, membuatku bertanya-tanya "jam segini baru di pos 1, nanti sampai puncak jam berapa?".

Menuju pos 2 semua berjalan lancar. Jalurnya cukup landai sehingga dengan cepat kami bisa sampai di pos 3. Dari pos 3 menuju puncak sangat menguji mental kami semua. Ternyata, di dalam pos 3 ada pintu hutan yang jalurnya sangat gila! Banyak ranting-ranting pohon sepanjang jalan. Karena penerangan kami hanya seadanya jadi kami sangat kesulitan melalui jalur ini. Untungnya, ada rombongan lain yang membawa lampu sangat terang dan membantu kami melewati jalur ranting ini. Selain banyak ranting dan menanjak, jalur ini sangat berpasir seperti jalur saat menuju pos 1. Melewati ini sangat menguji mental, semua perempuan dirombonganku menangis, termasuk aku. Hari semakin malam tapi kami belum sampai puncak. Ditambah ketakutan akan hewan liar yang bisa kapan saja menghadang, membuat kami takut. Meskipun begitu, kami tetap melanjutkan pendakian walaupun harus pelan-pelan.

Pukul 11 malam, akhirnya kami tiba dipuncak! Di puncak sudah banyak tenda-tenda yang terpasang, bahkan mereka sedang asyik beristirahat. Kamipun langsung membangun tenda, lalu segera beristirahat. Kami benar-benar tidak mempunyai tenaga untuk memasak makanan, tenaga kami sudah habis dengan 11 jam pendakian. Sebelum tidur, aku sengaja memasang banyak alarm supaya nanti tidak ketinggalan melihat matahari terbit dan juga samudera awan. Selama pendakian hanya itulah yang menjadi motivasiku untuk tetap semangat. Aku bangun sekitar jam 4 subuh, dan begitu keluar tenda, semuanya kabut! Tidak ada matahari, tidak ada samudera awan. Kupikir, mungkin jam 6 akan tiba matahari dan samudera awan. Jadi, aku memutuskan untuk membersihkan diri dan sholat subuh. 

Benar saja, saat sedang sarapan samudera awan yang ku tunggu-tunggu akhirnya tiba! 


Lihat! sangat cantik bukan? Jika tadi subuh seperti berada didalam awan, sekarang hamparan awan disekitar Puncak Gunung Guntur membuat kami seperti berada diatas awan. Tuhan ciptaanmu begitu indah dan menakjubkan!

Sayangnya, samudera awan kembali hilang setelah 5 menit menampakkan dirinya. Kini kami tetutup kabut dan kembali berada didalam awan. Mengingat hari semakin siang, pukul 7 kami segera membereskan peralatan masak dan membongkar tenda kembali. Kami sudah memesan tiket kereta untuk pulang di jam 1 siang. Jadi mau tidak mau kami harus segera turun kembali.


Entah karena sudah melihat samudera awan atau karena tenaga kami yang masih penuh, tapi perjalanan turun terasa menyenangkan. Bahkan, di jalur berpasir kami serombongan turun dengan merosot seperti anak kecil yang sedang bermain perosotan ditaman bermain. Sangat menyenangkan! Banyak sekali pasir yang masuk kedalam sepatu. Berulang kali aku berhenti hanya untuk mengeluarkan pasir-pasir yang dapat melukai kakiku. Saat-saat seperti inilah gaither sangat dibutuhkan, sayang sekali aku tidak menyewanya.

Tepat pukul satu siang, kami tiba di basecamp. Tentu saja kami ketinggalan kereta dan tiket kami semua hangus. Mencari jalan keluar, akhirnya kami memutuskan untuk pulang menggunakan bis. Dari basecamp kami ikut rombongan lain menyewa Mobik pick up dan mengantarkan kami ke stasiun bis. 

Setiap pendakian selalu ada cerita mengesankan. Saat mendaki Gunung Guntur, aku berulang kali merasa menyesal ikut mendaki. Namun setelah pulang dan sampai rumah, teringat kembali bagaimana susahnya, capeknya, nangisnya, tetapi semua itu terasa menyenangkan dan aku ingin kembali mendaki gunung lainnya!





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Serupa tapi Tak Sama, Sanghyang Heuleut atau Sanghyang Kenit ya?

Jangan ke Tahura kalau...

Keindahan Tersembunyi di dalam PLTA Saguling